66 Ribu Hektar Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur akan disita oleh negara, hal tersebut sudah terlihatnya Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) melakukan pemasangan papan penyitaan.
Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dikomando oleh Jendral TNI bintang dua, Jaksa dari Kejaksaan Agung RI. Pemasangan plang penyitaan itu sudah dimulai dilakukan.
Pemasangan papan penyitaan turut disaksikan langsung Kepala Kejari Kotim Donna R Sitorus, Asisten I Setda Kotim Rihel, Ketua DPRD Kotim Rimbun, Dandim 1015 Sampit Letkol Tandri Subrata, serta Kepala Pengadilan Negeri Sampit Beny Oktavianus.
Pemasangan plang tanda sitaan negara ini menandakan jika penertiban di kawasan hutan terhadap sejumlah perusahaan perkebunan di Kotim ini mulai dilakukan.
Menurut informasi tim satgas terdiri dari unsur TNI, Polri dan Jaksa ini sejak awal pekan lalu sudah melakukan pemetaan di wilayah Kotim setelah sebelumnya juga di Kabupaten Seruyan.
Sebelumnya Kementerian Kehutanan RI mengidentifikasi sekitar 65 perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit termasuk salah satunya koperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur diduga menggarap kawasan hutan secara ilegal. Lahan yang digarap diperkirakan mencapai 66 ribu hektare.
Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 yang diterbitkan 6 Februari 2025 ditandatangani langsung Menhut Raja Juli Antoni. Kebijakan itu merupakan turunan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Adapun total permohonan di Kotim mencapai 301.989 hektare, dengan status permohonan yang berproses seluas 236 ribu hektare dan ditolak 66.180 hektare. Selain itu ditolaknya permohonan itu karena tidak memenuhi kriteria Pasal 110A Undang-Undang Cipta Kerja.
Adapun data perusahaan yang permohonannya sedang diproses maupun ditolak oleh Kementerian Kehutanan tersebut, akan menjadi bahan masukan bagi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. Satgas yang dimaksud dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Perusahaan yang permohonannya diproses, akan dikenai kewajiban membayar denda administratif. Sementara, ditolak permohonannya, berpotensi dijerat secara pidana.