Mandi Safar adalah sebuah tradisi tolak bala yang masih dilestarikan turun menurun oleh masyarakat Sampit,Kab.Kotawaringin Timur. Kegiatan ini biasanya selalu dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan safar.
Mandi safar sudah menjadi agenda rutin Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Salah satu wisata budaya Suku Dayak Pesisir ini akan digelar dibulan Oktober mendatang.
Menariknya, kegiatan tersebut akan dirangkai dengan sunatan dan bagi bubur asyura, kearifan masyarakat Sampit yang sejak lama dilakukan diharapkan dapat menarik minat kunjungan wisata ke Kotim.
Ritual Mandi Safar tetap terjaga dan menjadi aset budaya daerah serta nasional. Berdasarkan catatan yang ada, prosesi Mandi Safar ini adalah tradisi warisan nenek moyang yang berasal dari Bugis.
Tradisi ini berupa pembacaan do’a yang kemudian dilanjutkan dengan melarung sejumlah jenis makanan dan kue.
Warga beramai-ramai menceburkan diri ke Sungai Mentaya, Masyarakat yang mengikuti ritual adat mandi safar sebelum menceburkan diri kesungai telah membekali diri dengan daun sawang yang diikat di pinggang. Sesuai kepercayaan warga dengan membekali diri dengan menggunakan daun sawang akan terjaga keselamatannya. Tradisi adat itu disertai ritual yang dipimpin oleh seorang tokoh adat.
Daun Sawang tersebut sebelumnya diberikan doa atau rajah oleh sesepuh atau alim ulama setempat.
Menurut kepercayaan, pemakaian Daun Sawang itu agar orang yang mandi terjaga keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan binatang maupun makhluk halus.
Disbudpar selalu berupaya menggali hal apa saja sebenarnya yang dilakukan masyarakat Kotim, pada zaman dulu saat bulan safar. Ternyata kebiasanya adalah melakukan sunat kepada anak laki-laki, dan membagikan bubur asyura. Maka untuk mempertahankan hal terseut, dua kegiatan tersebut juga akan manjadi rangkaian di kagiatan mandi safar nantinya.
Kegiatan dilaksanakan untuk melestarikan kebudayaan masyarakat Kotim, yang sudah sejak lama dilakukan, namun dari tahu ke tahun di kemas lebih baik dan dirangkai dengan kegiatan yang menarik.
Acara ditutup dengan beramai-ramai mandi bercebur ke Sungai Mentaya seraya berdo’a agar musibah dan sisi negatif yang mungkin muncul akan hilang seiring bersihnya tubuh setelah mandi di sungai tersebut.