Suasana haru menyelimuti sebuah rumah sederhana di Murung Raya. Di sana, seorang anak perempuan yang masih belia berusaha menata kembali rasa aman setelah trauma berat yang dialaminya. Ia menjadi korban pencabulan oleh kakek sambungnya sendiri, DA (49), pada Mei lalu.
Tragedi ini tidak hanya melukai fisik dan batin sang anak, tetapi juga mengguncang keluarga serta masyarakat setempat.
Sang ibu mengaku masih sulit menerima kenyataan, meski ia terus berusaha menguatkan diri demi anaknya.
“Yang paling penting sekarang adalah keselamatan dan masa depan anak saya. Saya tidak ingin dia kehilangan semangat hidup karena perbuatan yang sangat kejam ini,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Menanggapi kasus ini, Pemerintah Kabupaten Murung Raya bergerak cepat. Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) bersama Dinas Sosial, Pemkab memberikan pendampingan psikologis, termasuk dukungan pendidikan agar korban tetap bisa sekolah tanpa rasa takut.
Bupati Murung Raya, Heriyus, menegaskan bahwa anak-anak adalah prioritas utama daerah.
“Anak-anak harus tumbuh dengan aman dan bahagia. Kami tidak akan membiarkan satu pun pelaku kejahatan seksual terhadap anak lolos dari hukum. Pemkab berdiri bersama keluarga korban untuk memulihkan luka ini,” ujarnya.
Pendamping psikolog dari DP3A menyebutkan bahwa korban kini tengah dalam proses terapi agar bisa kembali membangun rasa percaya diri.
“Anak ini mengalami ketakutan dan cemas berlebihan. Yang kami lakukan adalah memastikan ia merasa dicintai, diterima, dan dilindungi oleh lingkungan sekitarnya,” jelas salah satu konselor.
Wakil Bupati Murung Raya, Rahmanto Muhidin, turut menyampaikan pesan kepada masyarakat agar tidak menyebarkan isu yang tidak sesuai atau menambah.
“Kami memahami keluarga sering merasa malu atau takut melapor. Tetapi percayalah, melapor adalah langkah paling penting untuk melindungi anak-anak kita. Pemerintah, kepolisian, dan semua pihak akan berada di pihak korban,” katanya.
Kapolres Murung Raya, AKBP Franky M. Monathen, menegaskan DA sudah diamankan dan dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 5 hingga 15 tahun penjara.
“Proses hukum berjalan. Kami pastikan pelaku bertanggung jawab penuh atas perbuatannya,” tegasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama.
Di balik luka yang mendalam, ada harapan baru: sebuah janji bahwa anak-anak Murung Raya berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan penuh kasih sayang.