Bahasa daerah di kota Sampit kini menghadapi ancaman serius seiring dengan semakin berkurangnya jumlah penutur asli. Penurunan minat generasi muda dalam menggunakan bahasa ibu menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kondisi ini.
M Abadi, Anggota DPRD Kotim mengatakan bahasa daerah merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki nilai penting dalam menjaga identitas dan kekayaan budaya suatu komunitas, salah satunya bahasa Dayak Sampit di wilayah pesisir.
”Penuturnya semakin sedikit, terutama di kalangan generasi muda yang lebih banyak menggunakan bahasa Banjar atau bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari,” ujar M Abadi kepada MentayaNet pada Rabu, 02 Oktober 2024.
Fenomena ini dipandang sebagai bagian dari tantangan globalisasi yang menekan eksistensi bahasa-bahasa lokal di seluruh Indonesia, terutama Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Dengan revitalisasi bahasa daerah adalah langkah penting untuk melestarikan warisan budaya bangsa yang kini berada di ujung kepunahan.
“Bahasa daerah Dayak Sampit tidak hanya sarana komunikasi, tetapi juga cerminan sejarah dan budaya masyarakat yang menggunakannya. Kita tidak boleh membiarkan bahasa daerah hilang karena itu berarti kita juga kehilangan sebagian dari identitas bangsa,” ujarnya.
Legislator asli berdarah Dayak ini menegaskan perlunya program revitalisasi ini harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, hingga komunitas lokal.
Tidak hanya itu, para tokoh masyarakat adat di Kabupaten Kotawaringin Timur juga turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian bahasa daerah.
“Bahasa daerah adalah kunci pemahaman budaya. Jika bahasa kitahilang, maka kita semua kehilangan akar budaya,” katanya.
Namun, upaya revitalisasi ini tidaklah mudah. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah minimnya minat dari generasi muda. Dengan perkembangan teknologi dan pengaruh media sosial, anak-anak muda lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dalam pergaulan sehari-hari, sehingga bahasa daerah dianggap kurang relevan.
Untuk itu, diperlukan strategi khusus untuk membuat bahasa daerah kembali menarik dan relevan bagi generasi muda, seperti melalui integrasi dengan teknologi dan media digital.
Revitalisasi bahasa daerah di Kotawaringin Timur terutama bahasa Dayak Sampit menjadi harapan baru untuk melestarikan kekayaan budaya lokal.
Meskipun jalan yang ditempuh masih panjang, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, bahasa-bahasa daerah yang terancam punah di Kotim masih memiliki peluang untuk bertahan dan kembali hidup di tengah masyarakat.
”Keberhasilan program ini akan menjadi tolak ukur bagi daerah-daerah lain di Kalimantan Tengah yang menghadapi tantangan serupa dalam melestarikan bahasa daerah mereka,” pungkas M Abadi.