Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya mengambil keputusan untuk menerapkan sistem proporsional terbuka untuk pemilu 2024. Keputusan ini diambil dalam Rapat Kerja Komisi II DPR , KPU, Bawaslu, DKPP, dan Menteri Dalam kompleks MPR/DPR, senayan.
Terdapat dua jenis sistem pemilu di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan tertutup.
Sistem proporsional terbuka memberikan kesempatan bagi pemilih untuk memilih sendiri nama calon yang didukung, sedangkan dalam sistem proporsional tertutup pemilih hanya memilih nama partainya saja.
Sistem proporsional tertutup dianggap kurang demokratis karena pemilih tidak dapat memilih langsung nama calon yang didukung. Nama yang dipilih partai politik belum tentu nama yang didukung oleh pemilih dalam partai tersebut.
Sebelumnya, telah terjadi perdebatan menenganai sistem yang akan digunakan pada Pemilu 2024.
Baca Juga :
Resmi! Bupati Seruyan Kukuhkan Kepala Desa di Kabupaten Seruyan
Polemik Pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup kian memanas. Perdebatan sistem pemilu seharusnya tidak menjadi politis. Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow mengatakan bahwa perdebatan ini seharusnya ditujukan dalam konteks demokrasi Indonesia. ”Saya sebetulnya agak prihatin dengan perdebatan tentang ini karena perdebatan tentang sistem pemilu mestinya tidak jadi sangat politis. Kita ingin perdebatan itu ditujukan dalam konteks demokrasi Indonesia, kita punya agenda apa dalam pemilu 2024,” ujar Jeirry Sumampow.
Jeirry menilai perdebatan ini menjadi sangat politis, sehingga siapa memilih apa berkaitan dengan kepentingan-kepentingan yang sifatnya apatis. Perdebatan antar partai dinilai tidak kondusif, karena seolah-olah pemilih diarahkan untuk memilih proporsional tertutup atau terbuka tanpa mengetahui struktur sistem itu seperti apa.
sebelumnya, telah terjadi perdebatan menenganai sistem yang akan digunakan pada Pemilu 2024. kedua sistem terbuka atau tertutup apa perbedaan dari kedua sistem tersebut?
Pendukung Sistem Proporsional Tertutup
Oce Madril pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) mengatakan bahwa politik uang rawan terjadi jika pemilu menerapkan sistem proporsional terbuka.
Baca Juga :
Resmi! Bupati Seruyan Kukuhkan Kepala Desa di Kabupaten Seruyan
“Dalam sistem proporsional terbuka para caleg orientasinya adalah mendapat suara sebanyak-banyaknya, berbagai intrik dilakukan, maka banyak riset menyatakan bahwa politik uang di indonesia sangatlah tinggi” kata Oce Madril.
Pada situasi tersebut para caleg akan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebanyak-banykanya untung mendapat suara terbanyak, demi mendapatkan kursi jabatan.
Pendukung Sistem Proporsional Terbuka
Dedi Mulyadi memandang bahwa sistem proporsional tertutup menandakan kemunduran demokrasi di Indonesia. Sistem proporsional terbuka adalah yang paling ideal untuk mewujudkan demokrasi yang lebih matang.
“Rencana kembali pada sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam berdemokrasi. Publik kehilangan keterwakilannya dan partai memiliki otoritas menentukan anggota legislatif berdasarkan keinginan pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuk dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” kata Dedi Mulyadi.