Site icon MentayaNet

Tata Kelola Aset Pemkab Kotim Perlu Pembenahan

Kotim

Foto : Hendra Sia - Anggota DPRD Kotim

Anggota DPRD Kabupaten Kotawarimgin Timur (Kotim) Hendra Sia, meminta kepada pemerintah daerah supaya bisa melakukan tata kelola aset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah.

Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang bisa menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat Kotim.

“Pemahaman akan aset bisa berbeda antara ilmu perencanaan, manajemen keuangan, dan akuntansi. Aset daerah diperoleh dari dua sumber, yaitu dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan dari luar APBD,” kata Hendra Sia pada 15 Agustus 2024.

Dia juga mengatakan pertama, Aset yang bersumber dari pelaksanaan APBD merupakan output atau outcome dari terealisasinya belanja modal dalam satu tahun anggaran. Kedua, Aset yang bersumber dari luar pelaksanaan APBD. Dalam hal ini, pemerolehan aset tidak dikarenakan adanya realisasi anggaran daerah, baik anggaran belanja modal maupun belanja pegawai dan belanja barang & jasa.

“Sudah jelas dalam aturan pengelolaan aset daerah didalam PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.” ujar Hendra Sia.

Menurutnya, walaupun sudah ada aturan yang sangat rinci, persoalan aset daerah hingga saat ini masih mengalami beberapa kendala, salah satu persoalan yang muncul terkait dengan proses perencanaan dan penganggaran. Dalam praktek pengelolaan aset daerah sering dianggarkan sesuatu yang tidak dibutuhkan, sedangkan yang dibutuhkan tidak dianggarkan.

Hal ini bisa terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, seperti sesuatu yang diterima oleh aparatur daerah sebelum pengadaan barang dilaksanakan.

“Persoalan lainnya seperti pada kasus pengadaan barang atau jasa, tahapan ini paling sulit karena selain rawan dengan praktik korupsi, ancaman menjadi tersangka cukup besar. Oleh karena itu, masalah yang paling sering muncul adalah mekanisme pengadaannya penunjukan langsung, pemilihan langsung, atau tender bebas,” ucap Hendra Sia.

Politisi Partai Perindo ini juga mengatakan beberapa aparatur daerah sering tidak bersedia menjadi panitia pengadaan karena takut terjerat kasus korupsi.

Meskipun aparatur daerah telah mengikuti ujian sertifikasi sebagai syarat menjadi panitia pengadaan barang dan jasa sesuai Keppres No.80/2003, umumnya mereka lebih senang untuk tidak lulus sehingga tidak bertanggungjawab terhadap proses pengadaan barang dan jasa.

“Saya melihat kalau aset itu dikelola dengan baik dan serius pastinya daerah pun bisa saja memanfaatkan aset ini untuk mendatangkan pendapan asli daerah,” tutupnya.

Exit mobile version