Anggota Komisi I DPRD Kotim, Kalimantan Tengah menyayangkan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2011 tentang Pola Kemitraan terkait pembagian plasma belum diterapkan maksimal di daerah ini.
M. Abadi, Anggota Komisi I DPRD Kotim menyebutkan fakta hingga saat ini banyak perusahaan besar swasta yang tidak menjalankan kemitraan dengan baik bersama masyarakat, terutama dalam merealisasikan hak plasma.
“Kita bicara fakta saja, saat ini masih marak tuntutan masyarakat dalam hal pola kemitraan. Padahal, jelas perda tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Secara tegas disebutkan perusahaan diwajibkan untuk menyediakan lahan seluas 20 persen dari luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) setiap perusahaan perkebunan,” ungkap M. Abadi pada Rabu, 26 Oktober 2022.
Di sisi lain, menurutnya, dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2007 dianggap multitafsir karena tidak ada ketegasan soal penyediaan lahan plasma, sehingga perlu ada aturan pendukung untuk mempertegas hal tersebut.
“Salah satunya yaitu melalui Perda Plasma, Peraturan Menteri Pertanian No 26 tahun 2007 yang diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Pertanian No 98 tahun 2013 menekankan, bahwa sejak Februari 2007, apabila terjadi pembangunan kebun kelapa sawit, perusahaan inti wajib untuk membangun kebun masyarakat di sekitarnya,” tegasnya.
Hal ini dia jabarakan jika areal lahan diperoleh atau membangun kebun dari lahan masyarakat yang berada di wilayah setempat harus menyalurkan Plasma tersebut.
Baca Juga :
Waket I DPRD Kotim Dukung Pemda Gandeng Kajari Tingkatkan PAD
Bahkan Abadi juga menekankan selain aturan itu akan dijadikan landasan hukum dari Perda Plasma, ada UU 18/2004 tentang perkebunan, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Permen Agraria, Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi.
Tidak hanya itu dirinya menerangkan melalui Permenkehutanan tahun 2011 mengamanatkan 20 persen wajib membangun kebun kemitraan berdasarkan luasan perizinan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan 2 peraturan sejak 2007 hingga yang saat ini masih dalam proses. Jika masih menyangkut Perizinan Pelepasan Kawasan maka hak masyarakat ada di dalamnya. Inilah yang saat ini belum teralisasi oleh perusahaan yang di maksud, lalu kemudian keluar lagi peraturan baru oleh Presiden RI tahun 2017.
Politisi PKB yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB Kotim ini juga menyebutkan, pemerintah juga telah mencantumkan ketentuan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam UU Perkebunan no 39 tahun 2014 itu.
Dari informasi yang dihimpun, alhasil mewajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia.
“Jadi pada dasarnya perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi , dan lingkungan di mana salah satunya membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Untuk hal ini pemerintah daerah, kami rasa wajib mengawal peraturan daerah ini supaya membawa kesejahteraan bagi masyarakat dan investasi di Kotim bisa berjalan lancar dan tertib,” tutupnya.