Plasma untuk masyarakat masih menjadi tanda tanya sampai saat ini, buktinya 5 desa di wilayah Dapil 4 Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur akan melakukan demo besar-besaran menuntut plasma.
hal tersebut sebagaimana disampaikan Kurnadi saat berkoordinasi dengan DPRD Kotim melalui Fraksi PDI-P mengatakan akan melakukan demo besar-besaran menuntut plasma 20 % untuk masyarakat di 5 Desa di Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur.
“5 Desa itu yakni Desa Pelantaran, Desa Bukit Batu, Desa Selucing , Desa Pundu dan Desa Parit,” katanya Kurnadi salah seorang Koordinator yang akan melakukan Demo, Jum’at 19 Mei 2023.
Kurnadi menjelaskan warga Desa Pelantaran, Desa Bukit Batu, Desa Salucing dan Desa Pundu Kecamatan Cempaga Hulu menuntut plasma ke PT. Sarana Prima Multi Niaga (SPMN) sedangkan Desa Parit menuntut plasma ke PT Windu Nabatindo Lestari (BGA Group)
“Kami akan demo menuntut hak plasma untuk masyarakat sebesar 20 %, kami lagi persiapkan untuk hal tersebut,” katanya, Jum’at 19 Mei 2023.
Diketehaui Jika merujuk pada Undang – Undang (UU) No 39 Tahun 2014 Pasal 58 UU Perkebunan tentang Kemitraan Usaha Perkebunan ayat 1 bahwa perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan perusahaan perkebunan.
Dan didalam Permentan No 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.
Baca Juga :
Legislator Dukung Pemerintah Kelola Sungai Mentaya Agar Tingkatkan PAD
Sementara itu, Paisal Damarsing SP Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kotim mengatakan membenarkan aka nada demo tersebut, kami mendukung atas keinginan masyarakat terkait plasma 20 persen tersebut.
Menurutnya sudah seharusnya perusahaan memberikan plasma 20 persen akan melakukan pengawasan terhadap penerapan Permentan No 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.
Di dalam Permentan disebutkan pembangunannya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat ini dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan rencana pembangunan kebun untuk masyarakat yang harus diketahui oleh bupati/kota.
Kata Paisal, Permentan ini berlaku bagi seluruh perkebunan setelah tahun 2007. Sedangkan untuk perkebunan yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) sebelum tahun tersebut tetap diwajibkan untuk bermitra dengan masyarakat melalui CSR berdasarkan UU perseroan. Namun pada saat perpanjangan HGU, aturan plasma 20 persen tersebut tetap dikenakan pada perusahaan tersebut.
”Pembangun kebun masyarakat tidak harus dilaksanakan di areal HGU milik perusahaan, karena kalau seperti ini maka masyarakat bisa menuntut kebun – kebun HGUnya sudah tertanami semua. Perusahaan bisa membangun kebun masyarakat diluar HGU atau dilahan milik masyarakat dengan pola apa saja yang penting minimal 20 persen bisa tercapai,” katanya.
Baca Juga :
DPRD Kotim : Masyarakat Punya Kebebasan Memilih, Tapi Harus Jadi Pemilih Yang Bijak
Hal ini akan jelas Paisal, memudahkan perusahaan dalam membangun kemitraan. Masyarakat sekitar kebun juga mendapat manfaat dari adanya perusahaan perkebunan sebab lahan mereka bisa dibangunkan kebun sawit.
“Tetapi kalau ada perusahaan yang sedang membangun dan menyisihkan 20 persen dari luar HGUnya untuk kebun kelapa sawit masyarakat, tentu saja ini lebih bagus lagi,” ucapnya.
Paisal menegaskan, sejak tahun 2014, setiap perusahaan kelapa sawit diwajibkan memiliki sertifikat ISPO, dan salah satu yang akan dievaluasi dalam penilaian ini adalah soal pembangunan plasma.
“Selain itu pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap pembangunan plasma dan menindak tegas perusahaan yang tidak membangun kebun – kebun tersebut dengan baik dengan luasan sesuai dengan ketentuan”, ungkapnya.