Penangkapan terhadap Rotan kering berasal dari Kabupaten Kotim berpotensi akan membuat harga anjlok ditingkat petani yang kehidupannya sehari-hari dari rotan.
Ketua Asosiasi Petani Rotan (Aspero) Kotim Dadang Siswanto menginginkan kejadian itu tidak terulang kedepannya. Untuk mencegahnya pemerintah daerah harus hadir dan punya peran untuk intervensi terhadap pasar nantinya.
“Ketika ada persoalan semacam ini tentunya imbas kepada petani itu ada, salah satunya adalah harga rotan itu akan turun lagi,”kata Dadang Siswanto, Kamis, 6 Januari 2022.
Dadang pun menyebutkan dari data mereka saat ini ada sekitar 5.000 kepala keluarga yang 30 pengusaha rotan yang terhimpun dalam asosiasi tersebut. Dari 500 kepala keluarga ini saja bergantung kehidupan sekitar 20 ribu jiwa untuk anggota keluarga tersebut.
Sehingga rotan ini punya peran strategis untuk kehidupan ekonomi masyarakat lokal.
“Anggotanya banyak tetapi selama ini mereka tidak pernah merecoki pemerintah dengan hal yang aneh-aneh. Tidak pernah minta pupuk, minta bibit dan lain sebagainya. Mereka tidak pernah minta ini dan itu cuma mereka hanya minta adanya jaminan dan kepastian harga yang stabil,”kata dia.
Dengan harga saat ini yang mencapai Rp.6.000 perkilogram tentunya menjadi angin segar bagi kalangan petani rotan. Mereka bisa saja mendapatkan sampai 300 ribu perhari untuk penghasilan bersihnya.
“Makanya untuk harga-harga sekarang kami anggap sudah mulai menunjukan keberpihakan harga kepada petani tolong ini dibantu, dijaga supaya tetap stabil,”ujar Dadang yang juga anggota DPRD Kotim itu.
Dadang menyebutkan biang persoalan ini berawal dari Permen KLHK bahwasanya rotan merupakan hasil hutan. Sebab, dikatagorikan hasil hutan lantaran banyaknya kebun masyarakat ini posisinya masuk dalam kawasan hutan.
“ Padahal rotan merupakan tanaman budidaya masyarakat yang ditanam sendiri, bukan hidup sendiri,” tukas Dadang.
Karena dianggap hasil hutan itulah, petani harus mengurus Surat Keterangan Hasil Hutan Bukan Kayu, itu dikeluarkan pemerintah.
Sementara kebun masyarakat ini masuk dalam kawasan hutan, mereka tidak punya alas hak.
“ Mayoritas petani saat ini tidak punya legalitas untuk kebun-kebun rotan mereka, disinilah Pemerintah harus hadir untuk intervensi,” jelasnya.
Terkait dengan penangkapan oleh Polda Kalteng, Dadang mengakui tidak mengetahui persis selain itu juga belum ada informasi kepemilikan rotan yang katanya berasal dari Kotim.
‘Tapi itu adalah ranah hukum sudah ditangan oleh Polisi, kita tidak bisa campur tangan,” pungkasnya.