Site icon MentayaNet

Kaisar Jepang Naruhito-Masako Terpesona di Museum Nasional Indonesia

Kaisar

Foto : Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo dan Kaisar Jepang Naruhito didampingi Permaisuri Masako memasuki Griya Anggrek di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Senin (19/6/2023). Joko Widodo mengajak Naruhito untuk melihat tanaman anggrek seusai upacara penyambutan kedatangan di Istana Bogor.

Dari tiga hari lawatan yang telah dijalani Kaisar Jepang Naruhito di Jakarta, topik seputar air menjadi salah satu minat khususnya. Saat berkunjung ke Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Perhatiannya tertuju pada tata kelola air dalam sejarah Nusantara yang terekam lewat prasasti.

”Prasasti ini dari abad ke berapa? Bagaimana cara mengetahuinya? Bagaimana cara membacanya? Apakah ada dokumen lain tentang pengelolaan air di desa-desa selain prasasti ini?” tanya Kaisar Jepang Naruhito, penuh antusias, kepada Fifia Wardhani, kurator koleksi arkeologi masa Hindu Buddha di Museum Nasional.

Beberapa kali Kaisar Jepang, Naruhito membungkukkan dan mendekatkan badannya ke prasasti agar bisa melihat lebih jelas. Begitu pula dengan Masako. Ia kerap melontarkan pertanyaan-pertanyaan sangat rinci.

Kunjungan ke Museum Nasional merupakan salah satu dari rangkaian agenda lawatan Naruhito selama sepekan, 17-23 Juni, di Indonesia. Ia tiba, Sabtu (17/3/2023) sore, keesokan siang harinya mengunjungi Stasiun Pompa Waduk Pluit.

Foto : Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako berkunjung ke Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Selasa (20/6/2023). Prasasti Tugu menarik perhatian besar keduanya karena berisi tentang pengelolaan air semasa Raja Purnawarman di abad ke-5 Masehi.

Persiapan kunjungan Naruhito dan Masako ke Museum Nasional dilakukan jauh-jauh hari, setidaknya sejak awal Mei lalu. Pihak Jepang dan museum berulang kali meninjau lokasi koleksi museum.

Mereka memilih artefak yang akan dilihat kaisar dan permaisuri, alur kunjungan, hingga urusan teknis penggunaan lift dan pengaturan posisi wartawan. Selama kunjungan kaisar, mengambil foto dan video kaisar dan permaisuri dengan ponsel tidak boleh. Hanya fotografer yang sudah ditunjuk saja yang boleh mengambil gambar. Semua diatur rapi, teratur, dan tertata.

”Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako memiliki perhatian khusus pada air sehingga pada waktu perencanaan kita fokusnya ke air,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Hilmar Farid.

Naruhito dan Masako diterima oleh Hilmar dan Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru yang menjadi Plt Direktur Museum Nasional Ahmad Mahendra. Keduanya datang bersama rombongan sebanyak 50 orang, termasuk para awak media Jepang.

Baca Juga :

Kapolri : Kapolsek Tipu Tukang Bubur Segera Pecat dan Pidanakan !

Banyak pertanyaan

Bersama dengan Permaisuri Masako, Naruhito mengajukan banyak pertanyaan seputar koleksi-koleksi museum yang ditunjukkan oleh para kurator. Apalagi ketika sampai di lokasi tempat penyimpanan prasasti yang berkisah mengenai sejarah pengelolaan air pada abad ke-5, yakni Prasasti Tugu, Prasasti Harinijing dari abad ke-9, Prasasti Mulak I dari abad ke-9, dan Prasasti Palepangan dari abad ke-10.

Prasasti Tugu ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Prasasti itu dibuat Raja Purnawarman pada abad ke-5, menceritakan penggalian terusan Sungai Chandrabhaga untuk mengalirkan air ke laut. Pembuatan saluran air kemungkinan digunakan untuk mengatasi banjir yang melanda daerah Jakarta Utara pada masa itu dan juga irigasi.

Prasasti itu ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Jakarta Utara, lalu pada 1911 dibawa ke Museum Nasional. ”Pada masa itu, sudah ada kesadaran di masyarakat tentang bagaimana beradaptasi dengan lingkungan,” kata Fifia.

Foto : Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid (ketiga dari kiri), sedang menjelaskan peta suku bangsa Indonesia kepada Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako ketika berkunjung ke Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Selasa (20/6/2023).

Fifia kemudian mengajak Naruhito dan Masako membaca prasasti dengan cara memutari prasasti ke arah kiri. Memang begitu cara membaca prasasti yang bentuknya bulat.

”Menarik sekali zaman itu sudah ada sistem pengelolaan air seperti ini,” kata Naruhito yang tidak melepaskan pandangan dari prasasti dan menyimak serius penjelasan Fifia.

Saking tertariknya pada koleksi museum, khususnya keempat prasasti ini, rencana awal kunjungan Naruhito dan Masako ke museum yang semula hanya akan berlangsung sekitar 30 menit, akhirnya sampai 1,5 jam.

Begitu Fifia selesai menjelaskan, gantian Masako yang mengajukan serentetan pertanyaan terkait Prasasti Mulak I. Prasasti ini ditemukan di Desa Ngaben, Magelang, Jawa Tengah.

”Berapa orang yang membuat saluran air pada masa itu? Prasasti ini terbuat dari batu apa? Petugas pengelola air untuk irigasi itu dipilih dengan cara apa?” tanya Masako.

Baca Juga :

Isu Kasus Dugaan Korupsi “Menjegal” Anies Baswedan, Bansos DKI Jakarta Hingga Formule E

Fifia menjelaskan, petugas hulu air di Jawa kuno bertugas membagi air untuk persawahan. Sistem ini sampai sekarang masih digunakan di Subak, Bali. Para petugasnya dipilih dengan cara demokratis, musyawarah, dan sesuai kemampuan. Perempuan juga bisa menjadi petugasnya jika mampu.

Prasasti Mulak I yang dikeluarkan pada 800 Saka berkisah tentang jabatan pengelolaan air pada masa itu. Ada dua nama yang disebut di prasasti itu, yakni si Tahun ayahnya Yukti dan si Tajam ayahnya Dani.

Adapun prasasti Palepangan ditemukan di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini juga menyebutkan jabatan yang berhubungan dengan pengelolaan air yang disebut bay. Sementara untuk Prasasti Harinjing yang ditemukan di Perkebunan Sukabumi di Pare, Kediri, Jawa Timur, itu dikeluarkan pada 726 Saka (25 Maret 804 Masehi). Isinya tentang pembuatan dan pemeliharaan saluran air bernama Harinjing.

Foto : Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako menyimak penjelasan kurator museum saat berkunjung ke Museum Nasional Indonesia, Jakarta,

”Sudah ada kesadaran untuk mengalirkan air dan mengendalikan air hujan dengan membuat sungai-sungai. Dari kajian terkini, ada sungai tua yang mengarah ke laguna dan Marunda. Dulu Purnawarman ternyata membuat sungai menjadi sodetan yang dialirkan ke Marunda yang lebih rendah agar air lebih cepat ke laut,” jelas Fifia.

Mendengar penjelasan tersebut, Naruhito dan Masako tekun menyimak sambil terus menganggukkan kepala.

Ketertarikan dan minat Naruhito pada topik seputar air dan sejarah tak lepas dari latar belakang pendidikannya. Menurut laman Badan Rumah Tangga Kekaisaran Jepang, ia sarjana sejarah Universitas Gakushuin, Tokyo. Setelah itu, ia melanjutkan kuliah strata dua di Oxford University dengan mengambil topik penelitian mengenai sejarah pemanfaatan Sungai Thames untuk transportasi.

Menurut Kepala Unit Museum Nasional, Ni Luh Putu Chandra Dewi, Kaisar Naruhito sendiri yang ingin melihat Prasasti Tugu itu secara langsung. Kabarnya, dulu ia pernah mendengar ada prasasti itu di sebuah seminar yang ia hadiri.

Baca Juga :

Kapolsek Mundu Cirebon Tipu Wahidin Tukang Bubur Rp310 Juta, Jabatan Dicopot !

Sebelum menyaksikan empat prasasti air, Naruhito dan Masako diajak melihat peta suku bangsa di Indonesia untuk menjelaskan tentang keberagaman masyarakat Indonesia. Sejarah singkat manusia pertama yang datang ke Indonesia diceritakan.

Naruhito pun menanyakan asal usul nenek moyang Indonesia. Selesai Hilmar menjelaskan, Masako gantian bertanya soal pulau-pulau yang menjadi tujuan gelombang migrasi pada masa itu.

”Luar biasa sejarah panjang Indonesia,” komentar Naruhito.

Monalisa-nya Jawa

Perjalanan lalu berlanjut ke lantai 4 museum yang menyimpan koleksi terbaiknya, seperti Arca Prajnaparamita atau Dewi Ilmu Pengetahuan/Dewi Kebijaksanaan tertinggi dalam agama Buddha Mahayana. Arca ini ditemukan di reruntuhan Candi Wayang, kompleks percandian Singhasari, Malang, Jawa Timur, pada 1818.

Arcanya yang indah dan cantik sehingga sering kali dikaitkan dengan Ken Dedes yang sangat cantik, permaisuri Ken Arok, raja pertama Kerajaan Singhasari (1222-1227). Asumsi lain, arca ini dianggap sebagai perwujudan Sri Rajapatni Gayatri, salah satu istri Raden Wijaya/Kertarajasa, raja pertama kerajaan Majapahit. Rajapatni Gayatri adalah nenek Hayam Wuruk.

”Karena wajahnya seperti tersenyum, arca ini sering disebut sebagai Monalisa-nya Jawa,” kata kuratornya yang disambut tawa semua yang ada di ruangan.

Koleksi Keris Nagasasra, Keris I Raksasa Bedak, Mangkuk Ramayana, dan Mahkota Raja Banten juga ditunjukkan dan dijelaskan sambil berjalan perlahan mengelilingi koleksi lain di lantai 4. ”Cantik sekali dan dirawat dengan sangat baik,” kata Naruhito kepada kuratornya.

Foto : Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako mendengar penjelasan soal Prasasti Tugu saat berkunjung ke Museum Nasional Indonesia, Jakarta,

Selesai melihat prasasti air, Naruhito dan Masako berpamitan. ”Tidak cukup dua hari untuk melihat semua koleksi yang ada di museum ini,” kata Hilmar yang disambut tawa Naruhito dan Masako.

Keduanya harus segera ke lokasi kunjungan selanjutnya mengingat jadwal mereka molor satu jam. Dalam satu hari, Selasa kemarin, ada lima kunjungan yang harus dilakukan Naruhito dan Masako, yakni ke Taman Makam Pahlawan, Museum Nasional, Universitas Darma Persada, Sekolah Menengah Kejuruan, dan audiensi dengan perwakilan warga Jepang di Indonesia, JICA, dan sukarelawan kerja sama luar negeri.

”Kerja sama dengan Jepang ini tidak melulu soal ekonomi dan geopolitik di kawasan, tetapi juga kebudayaan. Banyak potensi pengembangan kerja sama di bidang kebudayaan dan kedatangan kaisar ini paling tidak secara simbolis akan menjadi awal yang baik untuk kita tindak lanjuti secara teknis,” kata Hilmar.

Baca Juga :

Annisa Kharisma Suriyady Asal Kotim, Masuk TOP 10 Pemilihan Putri Hijab Indonesia 2021

Chandra mengatakan, Museum Nasional sudah merintis kerja sama dengan Jepang sejak 30 tahun lalu dalam bidang pameran dan penelitian, baik dengan kampus maupun museum. Jepang juga cukup sering meminjam koleksi Indonesia untuk pameran di Jepang.

Tahun depan, ada rencana kerja sama dengan Museum Nasional Nara Jepang berkaitan dengan Buddha Vrajayana. ”Menurut riset arkeolog, Vrajayana yang merupakan salah satu aliran dalam Buddha ini sangat kuat di Indonesia. Ini bisa dilihat khususnya pada arca-arca di Jawa Timur,” kata Chandra.

Naruhito dan Masako berkunjung ke Indonesia selama sepekan dan akan berakhir tanggal 23 Juni mendatang.

Ke depan, Hilmar dan Chandra berharap akan ada lebih banyak kerja sama dengan Jepang di bidang kebudayaan karena masih banyak yang bisa digali kedua negara. Barangkali bisa diawali dengan menarik lebih banyak pengunjung museum dari Jepang dan saling berbagi koleksi museum yang unik dan indah, seindah senyuman Monalisa Jawa.

Foto : Wartawan-wartawan Jepang sedang melihat Prasasti Tugu sebelum kedatangan Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako ke Museum Nasional

Lawatan Naruhito dan Masako berlanjut ke Yogyakarta, Rabu ini. Keduanya bakal bertemu Sultan Hamengku Buwono X bersama Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan keluarganya. Sudah dijadwalkan pula, kunjungan ke Balai Teknik Sabo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Sleman, pengelola sabo dam yang dibangun untuk meminimalkan dampak banjir lahar hujan dari Gunung Merapi.

Pada Kamis (22/6), Naruhito-Masako dan Permaisuri Masako akan berkunjung ke Candi Borobudur. Direktur Utama Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Febrina Intan mengatakan, kunjungan wisatawan akan ditutup mulai pukul 06.00-10.00.

Penutupan dilakukan di seluruh area, mulai dari area parkir hingga zona I Candi Borobudur. Layanan kunjungan wisatawan akan kembali dibuka setelah rombongan Kaisar Naruhito menyelesaikan kunjungannya, yakni setelah pukul 10.00.

Exit mobile version