Wakil Ketua I DPRD Kotawaringin Timur, Rudianur mendukung rencana pemerintah untuk membangun Istana Raja Bungsu di Bagendang, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotim.
Bahkan kini banyak tokoh yang sudah menyampaikan niatan itu kepadanya bahkan berkunjung ke DPRD Kotim untuk membicarakan rencana kegiatan ritual sekaligus haul Raja Bungsu serta rencana pembangunan istana tersebut.
“Rencananya kegiatan itu akan dipusatkan di Kecamatan Bagendang, karena di sana ada situs-situs yang masih tersisa, kami dari dprdDPRD sangat mendukung,” kata Rudianur, Sabtu, 26 Maret 2022.
Menurutnya pada 2017 sudah dilakukan peletakan batu pertama pembangunan istana yang pada waktu itu direncanakan dibuat sebagai museum.
Dari itu dia mendorong pemerintah daerah segera merealisasikan keberadaan istana Raja Bungsu di Bagendang tesebut.
Bahkan dalam waktu dekat ini, tim juga akan berkoordinasi dengan Pemda dalam hal ini Bupati Kotim terkait rencana pembangunan Istana Raja Bungsu tersebut.
Baca Juga : https://mentayanet.com/normalisasi-drainase-di-sampit-sangat-minim-penyebab-utama-banjir-yuk-galakkan-gotong-rotong/
Menurut sejarah, Raja Bungsu diduga berasal dari koloni masyarakat Dayak Ngaju yang menetap di Bukit Santuai, Kuala Kuayan.
Koloni masyarakat ini diduga merupakan induk semang suku Dayak sekitar daerah Kotim, Seruyan dan Katingan yang selanjutnya berkembang membentuk berbagai sub etnis Dayak, termasuk sub etnis Dayak Sampit atau dikenal dengan sebutan Oloh Sampit.
Suku Dayak Ngaju yang membentuk koloni di Bukit Santuai ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Neolitik dan oleh karena situasi dan kondisi tertentu, koloni ini berangsur-angsur meninggalkan Bukit Santuai untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Maka salah satu kafilah koloni tersebut melakukan perjalanan hingga tiba di pedalaman Sei Sampit, yang dikenal sekarang dengan nama Rongkang.
Dari sinilah, kata dia kemudian tampil seorang pemimpin bergelar Demang Bungsu yang menggiring sebagian besar masyarakat Rongkang untuk membentuk koloni baru yang menetap di muara Sei Sampit.
Koloni ini berkembang lebih maju karena berada di jalur lintas Sungai Mentaya dan karena mereka bersifat terbuka terhadap perkembangan zaman.