banner 130x650

Hilangnya Rasa Adab Hakim Pengadilan Negeri Sampit Batalkan Putusan Adat

Adat

Menyikapi keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit membatal keputusan adat Damang Kecamatan Tualan Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur dianggap tidak beradab. Hal tersebut setelah PT Hal menggugat Yanto E Saputra, Leger T Kunum dan Rahmat Ramdoni (Kribo) di Pengadilan Negeri Sampit.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit memutuskan dan membatalkan keputusan damang adat desa dan Kecamatan tualan hulu Nomor 01/DKA-PH/PTS/5/2024 tanggal 2 Mei 2024.

Putusan Pengadilan Negeri Sampit banyak mendapat kritik pedas dari berbagai kelembagaan baik DAD maupun Akademisi di Kotim.

Riduwan Kesuma Akademisi Kotim mengatakan ini sangatlah tidak menghargai nilai-nilai hukum adat yang ada dan berlaku di wilayah Kalimantan .

“Hakim Pengadilan Negeri Sampit hanya membatalkan putusan hukum positif dan jangan membatalkan putusan hukum adat, ini sangat tidak beradab,” kata Riduwan yang Pemerhati Sosial Budaya di Kotim.

Ditegaskan oleh Riduwan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit harus memahami yang ada dan berlaku di wilayah Kalimantan yakni adanya Hukum Adat.

“Hakim pengadilan negeri Sampit hanya membatalkan putusan hukum positif yang di luar yang di luar nalar dan bisa dikatakan pelecehan hukum adat di Bumi Kalimantan,” tegasnya.

BACA JUGA :  Lomba Fashion Show Anak-anak Mentaya Bakul Festival Ajak Kenalkan Batik Lokal

Menurut Akademisi ini, hukum adat dayak berlaku di bumi Kalimantan dan kita harus memahami itu. Sementara hukum positif yang berlaku di Indonesia dan seperti KUHP dan KUHAP.

“Hukum adat dan hukum positif seharusnya selaras dan sejalan. Jika ada putusan adat terlebih dahulu hukum harus menguatkan putusan ada tersebut atau paling tidak jangan membatalkan keputusan adat setempat,” timpalnya.

Selain itu hukum adat berlaku di daerah itu sendiri serta ditaati dan dipatuhi oleh masyarakatnya.

“Dalam keputusan PN Hakim membatalkan hukum adat, Hakim lalai tidak melihat Perda Kalteng tingkat 1 Nomor 16/DPRD-GR/1969 16 September 1969 serta buku panduan penerapan hukum adat yang memuat 96 pasal sebagai salah satu kesepakatan rapat besar damai Tumbang Anoi tahun 1894. Ada sebuah peribahasa untuk yang berbunyi “dimana tanah diinjak di situlah bumi dijunjung”,” terangnya.

BACA JUGA :  Tragis! Penemuan Anak di Sampit Terdiagnosis Gizi Buruk Dibuang Orang Tua

Dikatanya lagi, keputusan yang sudah dikeluarkannya terhadap pembatalan keputusan Damang adat Kecamatan Tualan Hulu oleh Pengadilan Negeri Sampit bisa berakibat fatal.

“Kepastian hukum adat dan kedamaian masyarakat Kalteng khususnya Kotim, ini sudah membuat resah dengan keputusan hakim tersebut dan apabila keputusan PN Sampit kepada PT HAL ini tidak dianulir maka akan ada preseden buruk yang akan terjadi,” ungkapnya.

Ditambahkannya lagi Keputusan Hukum positif PN Negeri Sampit ini jangan sampai menjadi hal yang tidak diinginkan sehingga menjadi Tidak Kondusif Kotim ini.

“Apakah hal ini yang diharapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Sampit. Masyarakat mengharapkan agar hakim pengadilan negeri Sampit dalam memutuskan perkara yang bersinggungan dengan masalah hukum adat hendaknya pelajari dulu buku adat itu dengan detail sehingga nanti keputusannya akan bisa diterima oleh semua pihak,” pungkasnya.


Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

You cannot copy content of this page

Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca