banner 130x650

DPRD dan Pemkab Kotim Bertekad Bongkar Habis Kasus Dukuh Bengkuang

Kasus PT WNL Dugaan melakukan melanggar HAM kepada warga Eks Dukuh Bengkuang kian keruh

Dukuh Bengkuang
Foto : Rihel, Asisten 1 bidang Pemerintahan (kanan) dan Angga Aditya sebagai Ketua Komisi 1 DPRD Kotim (kiri)

Misteri kehilangan Dukuh Bengkuang masih menjadi polemik yang tak pernah berhenti hingga kini. Saat ini, kasus tersebut masih menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM RI dan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng).

Komnas HAM RI telah mengeluarkan surat yang menduga terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus kehilangan Dukuh Bengkuang yang diambil dari perusahaan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) telah menerima laporan secara resmi dari Komnas HAM RI dan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah yang menerangkan hal keterangan atas dugaan pelanggaran yang terjadi oleh perusahaan besar swasta (PBS) PT Windu Nabatindo Lestari (WNL) yang merupakan anak perusahaan dari BGA Group.

Menurut surat yang dilayangkan oleh Komnas HAM RI, Dukuh Bengkuang dulunya merupakan wilayah administrasi Desa Pantai Harapan, kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Dukuh Bengkuang juga didasari oleh Surat Keputusan Camat Cempaga nomor 03/URPEM/IV/1982 tertanggal 15 April 1982 dan nomor 732/URPEM/VIII/1984 tertanggal 20 Agustus 1984.

Dukuh Bengkuang
Foto : Warga eks Dukuh Bengkuang hadir di RDP DPRD Kotim (Kharisma)

Pada tahun 1997, PT WNL datang dan membuka perkebunan kelapa sawit guna melakukan pembebasan lahan garapan petani di lokasi sekitar proyek perkebunan, termasuk Dukuh Bengkuang.

BACA JUGA :  Bupati Kotim Teken RPJMD, Pembangunan Daerah Siap Digencarkan

Namun, tidak terdapat relokasi maupun ganti rugi atas tempat tinggal dan fasilitas umum maupun fasilitas sosial terdampak dari aktivitas PT WNL di Dukuh Bengkuang. Lokasi permukiman warga masyarakat dimaksud diduga berada dalam area HGU PT WNL.

Akibat dari peristiwa tersebut, masyarakat Dukuh Bengkuang merasa terisolasi dan terintimidasi, sehingga beberapa dari mereka memutuskan keluar dari lokasi tersebut.

Dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kotim terkait pembahasan pengabaian PT WNL dari surat Komnas HAM RI nomor 331/PM.00/SPK.01/IV/2025 dan nomor 312/PM.00/SPK.01/IV/2025, Bupati Kotawaringin Timur, H Halikinnor melalui Rihel, Asisten 1 bidang pemerintahan menjelaskan bahwa ciri khas masyarakat suku Dayak kebanyakan tinggal di bantaran sungai.

Dukuh Bengkuang
Foto : RDP di DPRD Kotim terkait kasus hilangnya Dukuh Bengkuang (Kharisma)

“Kehidupan petuah jaman dulu, memang hidup di pinggiran sungai yang tidak jauh setengah kilometer. Kemudian menetap dan membangun kehidupan secara perlahan,” ungkap Rihel dalam keterangannya di RDP pada Kamis, 19 Juni 2025.

Ia memberikan pemaparan, secara administratif bahasa dukuh memang tidak pernah ada. Tetapi lebih ditekankan sebagai Dusun yang makna artinya ‘kampung’. Jelasnya, nama Bengkuang sendiri telah tertulis resmi pada SK Camat Cempaga.

Rihel menjelaskan, hadirnya sebuah Dukuh itu diakibatkan beberapa sejumlah masyarakat yang menetap dengan minimal 10-30 kepala keluarga dan terbentuklah Dukuh itu yang disahkan secara administratif pemerintahan desa setempat.

BACA JUGA :  Bupati Kotim H. Halikinnor Ingatkan Pemudik Agar Selalu Waspada

Deden Nursida, penasehat hukum dari FERADI WPI yang mewakili masyarakat Dukuh Bengkuang, menyatakan bahwa pihaknya sangat menyambut baik langkah Komnas HAM RI dalam menginvestigasi kasus ini.

“Kami berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan dan keadilan dapat ditegakkan bagi masyarakat Dukuh Bengkuang,” kata Deden Nursida.

Dukuh Bengkuang
Foto : RDP pertama yang dilaksanakan DPRD Kotim terkait dugaan pelanggaran HAM oleh PT WNL

Deden juga menambahkan bahwa keberadaan Desa Dukuh Bengkuang itu benar adanya, dengan bukti 36 Kepala Keluarga yang masih hidup semua dan bersedia menjadi saksi hidup keserakahan perusahaan yang mengambil lahan.

“Kami memiliki bukti kuat bahwa Dukuh Bengkuang memang ada dan telah dihuni oleh masyarakat selama puluhan tahun,” kata Deden.

“Kami berharap agar pemerintah daerah dan PT WNL dapat bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh masyarakat Dukuh Bengkuang dan memberikan ganti rugi yang layak,” tambah Deden Nursida.

Dengan demikian, diharapkan kasus kehilangan Dukuh Bengkuang dapat segera menemukan titik terang dan keadilan dapat ditegakkan bagi masyarakat yang terdampak.


Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

You cannot copy content of this page

Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca