Restorative Justice atau Keadilan Restoratif merupakan pendekatan penyelesaian perkara hukum tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan sekadar pembalasan terhadap pelaku tindak pidana
Kepala Kejaksaan Negeri Sampit Donna R Sitorus melalui Kasi Pidum Arwan Kamil Juandha mengatakan sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, saat ini Kejaksaan Negeri Sampit sedang melaksanakan Restorative Justice yakni upaya hukum diluar Pengadilan.
“ Benar RJ sedang berjalan, penyelesaian masalah hukum di luar pengadilan ini merupakan progam Jaksa Agung” katanya, 3 Juli 2023.
Menurutnya kasus ini berawal dari 4 orang tersangka melakukan pemanenan sawit di lahan Koperasi Omang Sabar di desa Sebungsu Kecamatan Parenggean tanpa ijin. Tidak lama karena pihak Koperasi merasa dirugikan dan dilaporkan ke Polsek Parenggean dan dilakukan penyelidikan dan ditemukan indikasi kerugian 5 ton.
“ Setelah dilakukan penyelidikan dijadikan tersangka sampaikan dengan proses upaya RJ sekarang,” jelasnya.
Restorative Justice merupakan program dari Jaksa Agung untuk melakukan menyelesaikan perkara di luar Pengadilan. Tadi sudah diupayakan kedua belah pihak, baik korban maupun pelaku serta pengacaranya dan Kades Sebungsu.
“ Alhamdulillah, ada titik temu dan kesepakatan damai dan ganti rugi, terus diproses dan disusun administrasi dan diusulkan ke Kajati terus ke Jampidum untuk minta pesetujuan,” pungkasnya.
Baca Juga :
Viral! Pengunjung Lapas Sampit Hendak Seludupkan 3 HP, Berhasil Diamankan
Sementara itu Ketua Koperasi Omang Sabar Sebungsu, Kardinal mengatakan pada saat mediasi Restorative Justice sudah ada perdamaian dan saat sedang diproses di Kejaksaan.
“ Semoga pelaku menjadi pelajaran yang berharga akan hal ini, untuk tidak mengulangi perbuatannya,” katanya.
Sementara itu, tersangka yang diwakili oleh Pengacaranya, Renda Ardiasnyah SH mengatakan seharusnya kasus ini masuk ranah perdata karena pelaku merasa itu lahan dia.
“ Sebenarnya ini ranah perdata yang harus diproses terlebih dahulu,” katanya.
Akan tetapi mungkin penyidik dari Polri menilai lain akan hal ini, dan kami menghormati itu.
“ Kemungkinan Polri sudah memiliki dua bukti yang cukup untuk menetapkan pelaku sebagai tersangkanya,” ucapnya.
Mengenai Restorative Justice atau Keadilan Restoratif merupakan pendekatan penyelesaian perkara tindak pidana diluar Pengadilan terhadap kasus ini, Renda juga sangat mengapresiasi kepada Kejaksaan Negeri Kotim atas dilakukan upaya Restorative Justice ini.
“ Saya ucapkan terima kasih atas upaya Restorative Justice, ini luar biar Kejaksaan Negeri Kotim,” tutupnya.
Konsep dan Praktik Keadilan Restoratif
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Kejaksaan RI mebuat terobosan dengan lahirnya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Narkotika melalui Rahabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Berkenaan dengan hal itu, penting digaris bawahi bahwa lahirnya ketentuan tersebut tidak lepas dari kewenangan kejaksaan sebagai pengendali perkara “dominus litis” atau hanya jaksa yang dapat menentukan seseorang dapat masuk ke ranah pengadilan atau tidak.
Penyelesaian perkara tindak pidana melalui mekanisme restorative justice dilakukan dengan mengedepankan memanfaatan (doelmatigheid), mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
Baca Juga :
Sempat Viral, Akhirnya Kasus Penistaan Agama 7 Damang Berakhir Damai !
Namun tentu ada cakupan tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui mekanisme Keadilan Restoratif tersebut, yakni :
Kesatu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Ketiga, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp.2.500.000.- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Keempat, telah ada pemulihan Kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka. Kelima, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka. Dan keenam, masyarakat merespon positif.
Selajutnya Kejaksaan turut menghadirkan “Rumah Restorative Justice” pada tiap satuan kerja, sebagai contoh di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Sumba Barat telah dibentuk rumah RJ yang diberi nama Umma Dame, guna menyerap keadilan di masyarakat, serta untuk menggali nilai-nilai kearifan lokal yang eksis di tengah masyarakat, adat, dan agama, sehingga akan tercipata kesejukan dan perdamaian yang dapat dirasakan oleh seluruh warga negara.
Untuk diketahui hingga bulan juli tahun 2022 Kejaksaaan telah melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap 1.334 perkara tindak pidana umum dari total 1.454 permohonan.
Dengan adanya mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan lahirnya Rumah Restorative Justice tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.