Sejumlah dosen di Kotim mendatangi Kantor DPRD Kotim untuk meminta Anggota DPRD khususnya Komisi III yang membidangi masalah pendidikan mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk merevisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terbaru.
Anggota Komisi III DPRD Kotim menyambut hangat Thamrin selaku Dekan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sampit dan sejumlah Dosen lainnya menyebutkan jika dalam aturan baru tersebut perguruan tinggi swasta (PTS) yang mahasiswanya di bawah 1.000 harus di marger agau digabung dengan kampus lain.
“Sementara kita di daerah ini tidak ada yang mahasiswanya sampai 1.000, ini akan menjadi persoalan juga nantinya terutama masalah psikologis dan lainnya. Oleh sebab itu kami harapkan ada suport dari daerah untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat,” kata Thamrin pada Jumat 23 September 2022.
Sementara itu dosen lainnya dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Sampit Gita Pahlevi juga mengatakan, perguruan tinggi swasta yang letaknya berada di daerah, salah satu permasalahan terbesarnya setelah Covid-19 ini yaitu penerimaan mahasiswa baru.
“Dari tahun lalu semua dilakukan secara daring, sehingga sulit bagi kami melakukan penerimaan. Sehingga sedikit calon mahasiswa yang mendaftar, padahal sumber pendanaan dari kampus swasta yakni dari mahasiswa, berbeda dengan kampus swasta yang sudah besar,” ungkapnya.
Permasalahan selanjutnya tambah Gita, kartu indonesia pintar (KIP) kuliah, dalam ketentuan yang baru, perguruan tinggi swasta tidak boleh menarik biaya kepada mahasiswa yang mempunyai KIP kuliah ini.
Baca Juga : Ribuan Masyarakat 53 Desa di Kabupaten Seruyan Tutup Pabrik PT Tapian Nadenggan
“Padahal yang dibiayi hanya 24 persen, dan sisanya di subsidi oleh kampus. Oleh sebab itu, beasiswa untuk mahasiswa sangat diperlukan bagi mahasiswa di Kotim. Karena kami kesulitan mendapat mahasiswa meski ada kartu dari pemerintah namun sisanya tetap harus disubsidi oleh kampus, sementara sumber pendanaan kami dari mahasiswa sendiri,” jelasnya.
Ditambahkan pula oleh Kusuma selaku akademisi di Kotim, UU Sisdiknas hendaknya direvisi kembali. Karena pertama untuk wajib belajar, dulu wajib belajar merupakan waktu untuk ditempuh masyarakat menempuh pendidikan dan merupakan tanggung jawab pemerintah serta pemerintah daerah.
“Sementara di UU baru, tanggung jawab itu hilang. Artinya sama saja pemerintah mau lepas tangan. Bahkan ada aturan yang menyebutkan untuk membuka jurusan bebas, tutup jurusan bebas, penerimaan mahasiswa bebas. Sehingha salah satu kampus di Palangka yang kami tahu awalnya menerima hanya 200 mahasiswa menjadi 500 mahasiswa pada tahun ini, akhirnya kampus swasta lain tidak kebagian. Ada yang hanya 30 mahasiswanya,” terangnya.
Kemudian Martha Ujay akademisi lainnya menilai, perguruan tinggi swasta dianak tirikan oleh pemerintah. Sampai-sampai pihaknya harus menyampaikan surat resolusi pada hari ini di DPRD Kotim.
“Kami minta bantuan kepada Komisi III entah jalur apa saya tidak paham. Agar surat resolusi kami ini direspon dan dibantu disampaikan ke pusat,” tandasnya.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.