banner 130x650

Dugaan Praktek Jual Beli Jabatan di Kotim, Praktisi Hukum : APH dan KPK Harus Turun Tangan

Jual Beli Jabatan

Kerasnya isu dugaan jual beli jabatan di Kabupaten Kotawaringin Timur mendapat sorotan Praktisi hukum sekaligus pengamat hukum, Nurahman Ramadani SH, pada Sabtu 2 Agustus 2025.

Dia mengatakan jika benar dugaan isu jual beli jabatan yang mencuat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), maka ujungnya akan banyak pejabat yang tersandung korupsi.

“Sesuai Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jual beli jabatan termasuk suap dan pungutan liar,” tegasnya.

Dijelaskannya, didalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001). Pasal 12 huruf a tentang penerimaan suap dalam proses pengangkatan atau penunjukan seseorang dalam jabatan tertentu dna Pasal 12 huruf b tentang pemberian suap untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan pejabat.

“Jual beli jabatan dapat diancam dengan pidana penjara dan denda yang cukup berat. Penting untuk memahami bahwa korupsi dalam bentuk apapun, termasuk jual beli jabatan, sangat merugikan negara dan masyarakat,” tukasnya.

BACA JUGA :  Kodim 1015/Sampit Berikan Pembekalan Kepada Pelajar SMK Negeri 1 Cempaga

Ditambahkan Nurrahman lagi, jual beli jabatan dapat dikategorikan sebagai korupsi karena melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi.

“Itu suap, memberikan uang atau barang kepada seseorang untuk memperoleh jabatan atau posisi tertentu,” jelasnya.

Selain itu, jual beli jabatan dapat merusak integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah atau organisasi. Mereka akan berpikir bagaimana caranya mengembalikan modal yang sudah keluar, bahkan mencari untung berlipat.

“Jual beli jabatan dapat merusak integritas dan kepercayaan publik terhadap instansi, karena akan berpikir bagaimana mengembalikan modal yang sudah keluar,” tegas Nurahman.

la menilai, praktik semacam ini tidak hanya merusak moral birokrasi, tapi juga menciptakan ekosistem kerja yang tidak sehat.

Pejabat yang menduduki jabatan bukan karena kemampuan dan kapabilitas serta kompetensinya, melainkan karena keinginan atasan atau kedekatan pribadi, cenderung tidak akan optimal dalam menjalankan tanggungjawabnya.

“Inilah yang membuat pelayanan publik stagnan bahkan menurun kualitasnya, masyarakat pasti merasakan dan kena dampaknya,” ujarnya.

Nurahman juga meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mulai turun tangan menelusuri indikasi semacam itu.

BACA JUGA :  Tuhkan! Sejumlah Sekolah di Kotim Larang Anak Bawa Mainan Lato-Lato

“Kalau memang ada indikasi jual beli jabatan di Kotim ini, saya mendesak agar aparat hukum bertindak. Jangan sampai masyarakat jadi korban dari sistem yang rusak karena praktik seperti ini,” terangnya.

la menegaskan, jabatan eselon di pemerintahan daerah harus diisi oleh orang-orang yang memang layak secara keilmuan, pengalaman, dan dedikasi.

Prinsip “right man in the right place” bukan sekadar jargon, tetapi betul diterapkan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional.

“Rotasi jabatan itu wajar dan bisa jadi kebutuhan organisasi. Tapi jangan jadikan momen ini sebagai celah untuk memperdagangkan posisi. Bupati dan jajaran pembina kepegawaian harus memastikan proses ini berjalan transparan dan objektif,” pungkas Nurahman.


Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

You cannot copy content of this page

Eksplorasi konten lain dari MentayaNet

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca