Broken home adalah masalah yang terjadi dalam sebuah keluarga, seperti perpisahan antara orang tua. Kondisi ini dapat disebabkan oleh konflik, keuangan, kekerasan, menelantarkan, perceraian atau kematian yang kemungkinan besar menyebabkan masalah tumbuh kembang anak.
Broken Home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat.
Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian.
Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi kejiwaan seseorang. Bisa saja pribadinya jadi murung, sedih yang berkepanjangan dan malu. Selain itu, juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Baca Juga :
5 Alasan Kenapa Kamu Perlu Tanya Pasangan Memilih Kamu
Dalam kondisi pernikahan yang tidak ideal, suami – istri diharuskan mencari solusi demi kebaikan anak-anak. Jika usaha mediasi gagal dan tidak ada jalan lain, perpisahan kerap dipilih agar mereka tidak saling menyakiti satu sama lain. Meskipun perceraian adalah hal yang dibenci Tuhan, namun perpisahan bisa menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan masa depan anak-anak. Ada beberapa cara untuk meminimalisir dampak negatif dari broken home, diantaranya adalah:
1. Mengajak Anak Mendekatkan Diri Dengan Tuhan
Ajak anak untuk merefleksi kehidupan yang dialami saat ini. Tanamkan nilai-nilai agama dan yakinkan bahwa apa yang sudah menjadi guratan takdir adalah skenario terbaik yang Tuhan beri. Daripada terus menangisi hidup, lebih baik berserah diri agar Tuhan memberikan kebahagiaan di kemudian hari.
2. Melakukan Co-Parenting
Seorang anak tidak akan pernah bisa memilih untuk tinggal bersama salah satu orangtuanya. Dari lubuk hatinya ia masih ingin bersama ayah dan ibunya. Maka orangtua sebaiknya bisa menekan ego agar tetap melakukan co-parenting untuk membesarkan anak bersama-sama.
Meskipun hak asuh anak jatuh pada ibunya, bukan berarti seorang ayah bisa lepas dari tanggung jawab untuk memenuhi tanggung jawabnya. Peran ayah tetap dibutuhkan dalam membangun pondasi kepercayaan diri dan peran ibu untuk membangun core value dalam diri seorang anak.
3. Tidak Membohongi Anak
Ketika orangtua harus berpisah, anak tidak boleh dibohongi dengan alasan apapun. Berikan penjelasan sesederhana mungkin bahwa ayah dan ibu sudah tidak bersama lagi. Beritahu juga bahwa perpisahan yang dialami oleh orangtua bukanlah salah mereka, namun karena semua ini adalah kesepakatan yang ayah-ibu pilih untuk menyelamatkan masa depan mereka.
4. Memberikan Perhatian Lebih
Meskipun anak akan hidup di keluarga yang tak lagi utuh, bukan berarti anak tidak mendapat perhatian lagi. Bangun lagi kedekatan dengan anak agar mereka tidak merasa kehilangan. Pahami bahasa cinta anak, apa yang mereka butuhkan itulah yang harus orangtua berikan.
Baca Juga :
7 Dampak Buruk Selingkuh Bagi Kesehatan, Apakah Ada Pada Pasanganmu ?
5. Mengajak Anak Berempati Pada Orang Lain
Tidak ada salahnya membawa anak pergi melihat anak jalanan yang harus bergelut mencari nafkah di jalan atau membawa anak ke panti asuhan atau yayasan anak yatim di sekitar rumah. Tanamkan rasa empati pada anak-anak yang kehilangan orangtua sejak kecil dan anak yang harus berjuang di jalanan untuk mencari sesuap nasi. Beri penjelasan bahwa kehidupan sang anak jauh lebih baik dari mereka, serta ajak mereka bersedekah agar mereka terbiasa menebar kebaikan dengan mencintai sesama.
7. Selalu Berbicara Dari Hati Ke Hati
Berikan waktu kepada anak untuk bisa mengutarakan apa yang ia rasakan. Jangan hakimi perasaan anak, berikan ia semangat dan dukungan atas apa yang ia rasakan. Buatlah perasaannya menjadi lebih baik dan jangan lupa untuk memeluk anak setiap hari. Peluk erat mereka dan katakan bahwa mereka aman dan kehidupan akan baik-baik saja.
8. Berdamai Dengan Keadaan
Tidak ada yang salah dengan dengan rasa sedih atau kecewa. Tidak perlu lari dari keadaan sampai harus menyalahkan diri sendiri. Minta maaflah kepada anak atas segala perlakuan atau kejadian buruk yang mereka hadapi. Biarkan mereka menyelami segala emosi yang dirasakan dan ajak mereka untuk berdamai dengan keadaan. Katakan pada mereka bahwa “It’s okay to be not okay” .
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.