Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan sejumlah anak perusahaan Duta Palma Group sebagai tersangka korporasi dalam lanjutan kasus korupsi penggunaan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Indragiri Hulu, Riau.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, penetapan tersangka Duta Palma Group adanya korporasi tersebut menyusul proses penyidikan lanjutan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sudah inkrah terhadap terpidana Surya Darmadi alias Apeng.
“Ini kan penyidikan lanjutan dari putusan pengadilan yang sudah ditetapkan terhadap Surya Darmadi. Sekarang ini, penyidikan terhadap korporasinya,” kata Febrie di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
“Dari penyidikan, itu ada beberapa nama perusahaan yang pecahan (anak perusahaan) dari Duta Palma Group itu, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korporasi,” ujar Febrie melanjutkan.
Terhadap Duta Palma Group sendiri, sebagai induk perusahaan perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit, kata Febrie, tim penyidikannya masih mendalami apakah cukup bukti untuk dapat ditetapkan tersangka juga.
Tetapi, Febrie mengatakan, sementara ini ada dua anak perusahaan Duta Palma Group yang dipastikan sudah ditetapkan tersangka.
“Untuk sementara ini, bukan Duta Palmanya yang tersangka. Tetapi, itu ada beberapa perusahaan di dalam Duta Palmanya yang ditetapkan sebagai tersangka korporasi,” kata Febrie.
Febrie menerangkan, penetapan anak perusahaan Duta Palma Group sebagai tersangka korporasi merupakan babak baru penyidikan korupsi dan TPPU yang sudah inkrah terhadap Surya Darmadi.
Kata Febrie, dari putusan pengadilan terhadap Surya Darmadi, ada terbukti tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum swasta yang tergabung dalam Duta Palma Group dalam perkara pokok pemanfaatan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
Dan dari pemanfaatan tersebut, kata Febrie terbukti dalam perkara Surya Darmadi merugikan keuangan dan perekonomian negara. Menurut Febrie, penetapan tersangka korporasi dalam kasus ini, pun melihat fakta hukum terkait pemidanaan Surya Darmadi yang tak maksimal.
Terutama kata Febrie menyangkut pengembalian kerugian keuangan dan perekonomian negara. Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Surya Darmadi berakhir dengan pemidanaan selama 16 tahun. Hukuman badan itu memang naik setahun, dari putusan banding dan majelis hakim tingkat pertama, yang memvonis Surya Darmadi selama 15 tahun.
Namun, kata Febrie, kasasi di MA memapas habis hukuman pidana tambahan yang dibebankan kepada Surya Darmadi. Kasasi hanya menghukum Surya Darmadi berupa pidana mengganti kerugian negara senilai Rp2,2 triliun. Padahal dari putusan pengadilan tingkat pertama dan banding, majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Surya Darmadi dengan mengganti kerugian negara senilai Rp42 triliun.
Dalam putusan PN Tipikor Jakarta, dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan pidana tambahan tersebut terdiri Rp2,23 triliun sebagai pengganti kerugian keuangan negara, dan Rp39,75 triliun pengganti kerugian perekonomian negara.
“Pengganti kerugian negara itu sangat tidak optimal,” kata Febrie.
Karena itu, kata Febrie menambahkan, penyidikan lanjutan kasus tersebut, pengupayakan penjeratan tersangka korporasi untuk dapat mengembalikan kerugian perekonomian negara yang dilakukan perusahaan-perusahaan milik terpidana Surya Darmadi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, pekan lalu menyampaikan babak baru pengusutan kasus korupsi yang melibatkan Duta Palma Group tersebut naik ke penyidikan sejak 3 November 2023. Penyidikan baru kasus tersebut setelah Jampidsus menandatangani Sprindik 61/F.2/Fd.2/11/2023.
“Bahwa sprindik tersebut meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan terhadap perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group milik terpidana Surya Darmadi,” kata Ketut dalam siaran pers, Kamis (23/11/2023).
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.