Tradisi buang sial rutin dilakukan masyarakat pinggiran Sungai Mentaya Sampit, Kabupaten Kotim. Tradisi ini digelar menjelang akhir bulan Safar menurut kalender Islam, mereka berbondong-bondong menceburkan diri ke Sungai Mentaya.
Mandi Safar merupakan tradisi budaya yang sudah ada sejak dulu. Tradisi ini yaitu mandi bercebur di Sungai Mentaya sebagai simbol membersihkan diri sekaligus harapan agar diri bersih dan terhindar dari hal-hal yang tidak baik.Tradisi Mandi Safar biasanya dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar.
Baca Juga :
5 Tempat Wisata di Sampit, Kotawaringin Timur Terbaru & Hits
Tradisi ini diawali dengan perajahan atau penulisan kalimat doa diatas daun Sawang oleh tokoh adat setempat, daun ini nantinya dipakai atau digunakan warga saat berenang di Sungai Mentaya agar terhindar dari berbagai macam gangguan binatang air.
Kemudian dilanjutkan dengan ritual mencampurkan air yang diambil dari tujuh sungai besar yang ada di provinsi Kalimantan Tengah. Gabungan air ini digunakan untuk mencuci muka.
Oleh masyarakat setempat diyakini mampu mendatangkan kebaikan, setelah itu barulah warga beramai-ramai menceburkan diri ke Sungai Mentaya. Lokasi prosesi adat ini digelar disekitar dermaga Habaring Hurung, Sampit.
Ada hal unik dalam tradisi mandi Safar di Sampit ini, karena ada hal yang ghaib yang dipercaya sebagian masyarakat tentang penggunaan daun sawang yang biasanya tumbuh di kompleks perkuburan muslim untuk dibawa mandi safar.
Baca Juga :
Viral!! Gadis Kalimantan Selatan Dipersunting Pria Asal Turki
Daun sawang yang diambil dari kuburan ini sejak lama dipakai dan dipercaya para pemandi safar sebagai sarana untuk menjaga agar selama melakukan ritual tidak diganggu hewan buas yang ada di Sungai Mentaya.
Sehingga daun sawang tersebut sebelum dipakai dan diikat dibagian pinggang pemandi, terlebih dahulu diberikan razah merupakan bagian dari tulisan arab untuk menjaga agar binatang buas tidak menggangu.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.