DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyesalkan sikap Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan PT Agrinas Palma Nusantara yang hingga kini belum menanggapi dua surat resmi undangan untuk menghadiri rapat bersama.
Surat tersebut sebelumnya dilayangkan untuk meminta penjelasan terbuka terkait skema pengelolaan lahan sawit hasil sitaan negara yang berlokasi di wilayah Kotim.
Ketua DPRD Kotim, Rimbun, menegaskan bahwa ketidakhadiran kedua pihak tersebut bukan sekadar persoalan administratif, tetapi dapat menimbulkan keresahan serius di masyarakat.
Pasalnya, ribuan hektare lahan yang saat ini berada di bawah kendali Satgas PKH dan PT Agrinas berkaitan langsung dengan nasib petani, koperasi, dan tenaga kerja lokal.
“Kami sudah dua kali melayangkan surat resmi. Sampai sekarang belum ada tanggapan. Padahal masyarakat menunggu kejelasan, terutama terkait hak-hak mereka,” kata Rimbun kepada MentayaNet pada Rabu, 01 Oktober 2025.
Menurut DPRD, keterlambatan respons dari Satgas PKH dan PT Agrinas membuat posisi masyarakat lokal semakin tidak pasti.
Banyak warga mempertanyakan apakah mereka tetap dilibatkan dalam skema kerja sama, bagaimana status lahan plasma, hingga nasib pekerja yang bergantung pada perkebunan tersebut.
“Kalau tidak ada kejelasan, keresahan ini bisa berkembang menjadi konflik. Itu yang harus dicegah sejak awal,” tegas Rimbun.
DPRD menilai, persoalan lahan sawit sitaan negara harus dikelola secara transparan. Tidak cukup hanya keputusan administratif, melainkan harus ada dialog terbuka antara pemerintah, perusahaan pengelola, dan masyarakat setempat.
“Apapun bentuk pola pengelolaan, masyarakat Kotim harus dilibatkan. Mereka tidak boleh hanya jadi penonton di tanah mereka sendiri,” ujar Rimbun.
DPRD menekankan pentingnya Satgas PKH dan PT Agrinas untuk hadir dalam forum terbuka yang sudah beberapa kali dijadwalkan.
Sosialisasi yang tertunda dinilai semakin memperkeruh keadaan karena memunculkan spekulasi dan kabar simpang siur di lapangan.
“Kami mendukung penuh penataan dan pengelolaan lahan sitaan negara. Tapi jangan sampai langkah ini justru mengorbankan hak masyarakat. Sosialisasi harus segera dilakukan agar semuanya jelas,” tambahnya.
Jika ketidakjelasan ini terus berlanjut, DPRD khawatir akan berdampak langsung terhadap stabilitas sosial dan ekonomi daerah.
Ribuan kepala keluarga yang selama ini bergantung pada perkebunan sawit bisa kehilangan kepastian mata pencaharian. Selain itu, potensi konflik horizontal di tingkat masyarakat desa juga bisa meningkat.
DPRD memastikan akan terus mendesak agar pemerintah pusat melalui Satgas PKH dan pihak PT Agrinas segera merespons undangan resmi tersebut.
“Kami berharap ini tidak berlarut-larut. Hak masyarakat harus dipastikan terlindungi,” tegas Rimbun.
Hingga saat ini, rapat bersama yang direncanakan DPRD belum dapat digelar karena belum ada kepastian kehadiran dari Satgas PKH maupun PT Agrinas.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.