Terdakwa H. Wildan Aswan Tanjung Mantan Bupati Labusel dalam sidang lanjutan perkara Dugaan Tipikor Penggunaan DBH Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Untuk Insentif TA. 2013, 2014 dan 2015 . Wildan Aswan Tanjung, kembali digelar di PN Medan dengan agenda pembacaan Nota Keberatan, Senin, 18 Oktober 2021.
Pris Madani SH M.Kn Tim Penasehat Hukum Terdakwa H. Wildan Aswan Tanjung, menyampaikan Nota Keberatan yang dibacakan di depan persidangan mengatakan, berdasarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor : PDS-01/LABUSEL/09/2021, Tanggal 29 September 2021, yang dibacakan oleh Penuntut Umum pada Tanggal 11 Oktober 2021, dimana setelah dibaca dan diperiksa serta dianalisa secara seksama, Prislis Law Office berkesimpulan :
“ Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang di dalam Surat Dakwaan JPU mengandung suatu pertentangan antara peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (produk hukum Terdakwa) dengan undang-undang, dimana yang berwenang memeriksa ialah Mahkamah Agung Repubik Indonesia,” katanya.
“ Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan juga tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang terdapat di dalam Surat Dakwaan mengandung kesalahan administratif, akibat menerbitkan keputusan yang melanggar larangan melampui kewenangan, bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dan dilakukan tanpa dasar kewenangan sehingga menimbulkan Kerugian Keuangan Negara, sebab hal dimaksud menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara,” ucapnya kepada Majelis Hakim Tipikor.
Dijelaskan oleh Managing Partners Prislis Law Office, di dalam Surat Dakwaan itu menyatakan secara implisit bahwa Produk Hukum Terdakwa berupa Peraturan Bupati Labuhanbatu Selatan Nomor : 84.C Tahun 2011 dan Nomor : 42 Tahun 2014, keduanya tentang penggunaan dan tata cara penyaluran biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 53 Tahun 2011 dan Nomor : 1 Tahun 2014, keduanya tentang pembentukan produk hukum daerah.
“Penuntut Umum menyatakan Perbuatan terdakwa tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pendaftaran / pendataan, penilaian, penetapan, pembayaran, upaya hukum, dan penagihan dalam pemungutan pajak bumi sektor perkebunan, tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan, Tertanggal 1 Januari 1986 Nomor: 1007/KMK.04/1985 Tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,” jelasnya.
Disampaikan Pris dalam Nota Keberatan itu bahwa Penuntut Umum tidak sadar dalam Surat Dakwaan telah menunjukkan adanya pertentangan antara produk hukum Terdakwa dengan undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan,
“ Untuk menguji pertentangan itu merupakan kewenangan Mahkamah Agung.” jelas Advokat kondang ini.
Kemudian, kata Pris, sesuai dengan karakteristik Peraturan Bupati Labuhanbatu Selatan, memenuhi kualifikasi sebagai keputusan, sebab bersifat individual, konkret dan sekali-selesai, terhadap pembentukannya mengandung kesalahan administratif, melanggar larangan melampui kewenangan, bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, dan dilakukan tanpa dasar kewenangan, sehingga menimbulkan Kerugian Keuangan Negara.
“ Itu merupakan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menguji ada tidaknya “penyalahgunaan wewenang” yang dilakukan oleh terdakwa saat menduduki jabatan sebagai Bupati Labusel,” terangnya.
Menurut Pris, sebab formulasi di dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum akan digunakan sebagai bahan pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim, yang selanjutnya akan dituangkan dalam pertimbangan hukum putusan, namun didalamnya mengandung pertentangan antara peraturan dengan undang-undang dan/atau mengarah pada penyalahgunaan wewenang akibat diterbitkannya keputusan tata usaha negara menimbulkan Kerugian Keuangan Negara berdimensi pada Hukum Administrasi Pemerintahan, akibatnya cukup fatal sekali.
“ Jika dilanjutkan, akan menimbulkan kekeliruan yang nyata pada saat Majelis Hakim mengkonstituir penerapan hukum bagi Klien Kami,” tuturnya.
Akhir Nota Keberatannya, Prislis Law Office menyampaikan kepada Majelis Hakim, Majelis Hakim yang mulia dapat menerapkan asas Ultimum Remidium, “ Yang bermakna bahwa hukum pidana ditempatkan sebagai sarana hukum atau pranata hukum paling akhir di dalam menegakkan hukum terhadap “perbuatan tertentu”, yang merupakan perbuatan pidana,” tutupnya.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.