Mata Fahrisyia Rayana berkaca saat mengingat ayah berjuang di Konflik Sampit 2001 silam. Kini telah dilantik sebagai polisi wanita berpangkat brigadir dua. Dia hendak membuktikan kepada kedua orang tuanya kalau dia merupakan anak yang berbakti.
“Ingin memberi tahu bahwa, ‘ini lho Ma, anaknya Mama sudah bisa jadi Polwan’, gitu. Ingin Mama dan Papa ada di sini, dampingi saya. Apalagi kalau ingat perjuangan papa di konflik sampit dulu,” kata Fahrisyia sambil menyeka air mata yang menetes di pipi.
Aira, panggilan akrabnya, menyampaikan hal itu saat berbincang di Sekolah Polwan (Sepolwan), Ciputat, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (Jaksel). Siswa Sepolwan Angkatan 52 ini mengaku awalnya bercita-cita menjadi pramugari. Namun keluarganya sangat menginginkan Aira menjadi seorang polwan.
“Awalnya itu ingin jadi pramugari. Sudah ikut tes pramugari, tapi gagal. Kebetulan dulu papa anggota Polri, jadi keluarga ingin saya melanjutkan perjuangan papa yang belum tunai,” jelas dia.
Ayah Aira adalah seorang anggota Korps Brimob Polri. Aira yang masih dalam kandungan harus kehilangan sosok ayahnya.
Ayah Aira gugur saat konflik kelompok warga di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), 21 tahun silam. Aira kecil tumbuh dalam asuhan ibunya di Aceh.
Sambil mengurus Aira, ibunya mencari nafkah dengan berdagang pakaian. Namun kini ibunya pun telah tiada.
Baca Juga :
Wow! 115 Santri Pencak Silat GASMI Kalimantan Barat Resmi Jadi Warga Baru
“Papa meninggal tahun 2001. Saya masih di kandungan. Papa meninggal saat pengoperasian di Sampit, Kalimantan. Pengamanan (konflik) Sampit dan Madura,” cerita Aira yang nampak berusaha menguatkan dirinya sendiri.
“Papa terkena panah di bagian leher, terus meninggal di tempat,” imbuh siswa Sepolwan asal pengiriman Jawa Barat ini.
Aira mengakui ada trauma mendalam yang dirasakannya saat melihat dan mendengar hal-hal terkait kepolisian, apalagi ketika dirinya mendengar keinginan keluarga untuk menjadikannya polwan. Namun Aira memutuskan melawan traumanya, demi membuat bangga kedua orang tuanya yang telah berpulang.
“Awalnya ada khawatir juga keluarga bakal merasakan apa yang ibu saya rasakan dulu, gitu. Tapi, makin ke sini saya mencoba untuk melawan rasa trauma saya itu. Dan saya melawan trauma itu, karena cuma satu di pikiran saya, saya harus melawan trauma karena mau membahagiakan keluarga dan ingin menjadi seorang wanita yang sukses,” ungkap Aira.
“Dan ingin menjadi anggota Polri, ingin melanjutkan perjuangan papa, karena melihat keluarga sangat ingin menjadikan saya sebagai anggota Polri,” lanjut Aira.
Baca Juga :
Atlet Putri PASI KKU Borong 3 Medali Cabor Atletik di PORPROV XIII Kalbar 2022
Aira menuturkan teman-teman dari ayahnya yang hingga kini masih berdinas di Polri juga memberikan dukungan, saat tahu dirinya hendak masuk Sepolwan. Bahkan saat Aira mengalami kendala pada mata, kawan-kawan seangkatan ayahnya mengumpulkan dana untuk mengobati matanya.
Harapan keluarga dan dukungan dari teman-teman seangkatan almarhum ayahnya akhirnya memantapkan langkah Aira mengikuti ujian Sepolwan dan pergi ke Jakarta untuk menjalani pendidikan selama 5 bulan. Saat ini Aira mengaku bersyukur dapat menjadi bagian dari Sepolwan.
“Dulu saya kira pendidikan di sini itu bakal menakutkan. Saya sempat kepikiran, ‘Ah nggak mau ah masuk Polwan karena takut’. Karena dengar dari orang-orang di luar sana kalau pendidikan di Polwan itu menakutkan. Tapi setelah saya di sini, tidak menakutkan sama sekali. Malah, menyenangkan. Gadik (tenaga pendidik) dan pengasuh-pengasuhnya juga baik, bertemu rekan-rekan dari Aceh sampai Merauke,” ungkap Aira.
Eksplorasi konten lain dari MentayaNet
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.